1.
Hakikat Bisnis
Hakikat bisnis adalah usaha
untuk memenuhi kebutuhan manusia ( produk atau jasa ) yang bermanfaat bagi
masyarakat. Businessman (Seorang pebisnis) akan selalu melihat adanya kebutuhan
masyarakat dan kemudian mencoba untuk melayani secara baik sehingga masyarakat menjadi
puas dan senang. Dari kepuasan masyarakat itulah si pebisnis akan mendapatkan
keuntungan dan pengembangan usahanya.
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis berasal dari bahasa Inggris yaitu "business" , dari kata dasar "busy" yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis berasal dari bahasa Inggris yaitu "business" , dari kata dasar "busy" yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
2.
Karakteristik Profesi Bisnis
Karakteristik Profesi Bisnis
Profesi adalah kata serapan dari
sebuah kata dalam bahasa Inggris "Profess", yang dalam bahasa Yunani
adalah yang bermakna: "Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu
tugas khusus secara tetap/permanen".
Profesi adalah pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu
profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi
dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah
pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknik dan desainer.
Karakteristik Profesi
a.
Keterampilan
yang berdasarkan pada pengetahuan teoritis : Professional dapat diasumsikan
mempunyai pengetahuan teoritis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang
berdasarkan pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktik.
b.
Assosiasi
professional : Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para
anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya.
c.
Pendidikan
yang ekstensif : Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang
lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
d.
Ujian
kompetensi : Sebelum memasuki organisasi professional, biasanya ada persyaratan
untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoritis.
e.
Pelatihan
institusional : Selain ujian, biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan
institusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum
menjadi anggota penuh organisasi.
f.
Lisensi :
Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya
mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
g.
Otonomi
kerja : Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis
mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
h.
Kode etik :
Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan
prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
3.
Pergeseran Paradigma Dari Pendekatan
Stockholder ke Pendekatan Stakeholder
Pergeseran paradigma pengelolaan
perusahaan dari stockholder ke stake holder merupakan satu keniscayaan. Hal itu
karena secara sosiologis eksistensi perusahaan di tengah lingkungan masyarakat
memiliki implikasi baik positif maupun negatif. Positive externalitis mengarah
pada kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan, seperti membuka lapangan
pekerjaan baru, serta meningkatkan pendapatan. Sementara negative externalities
mendorong terwujudnya competitive dis-economics seperti pencemaran, radiasi,
kebisingan, kesenjangan sosial.
Melihat konteks sebagaimana
dinyatakan di atas, perusahaan seharusnya tidak sekedar bertanggungjawab pada
stockholder saja seperti yang selama ini terjadi, namun meluas sampai pada
stakeholder. Corporate Social Responsibility merupakan pelebaran tanggung jawab
perusahaan sampai lingkungan, baik secara fisik maupun psikis. Menaikan
pengeluaran-pengeluaran sosial serta cara lain untuk menjaga keseimbangan
lingkungan
4.
Tanggung Jawab Moral dan Sosial
Bisnis
Tanggung jawab moral
Persoalan pelik yang harus dijawab
pada tempat pertama adalah manakala kondisi bagi adanya tanggung jawab moral.
Manakah kondisi yang relevan yang memungkinkan kita menuntut agar seseorang
bertanggung jawab atas tindakannya. Ini sangat penting, karena tidak sering
kita menemukan orang yang mengatakan bahwa tindakan itu bukan tanggung jawabku.
Paling sedikit ada tiga syarat
penting bagi tanggung jawab moral.
A.
Tanggung
jawab mengandaikan bahwa suatu tindakan dilakukan dengan sadar dan tahu.
Tanggung jawab hanya bisa dituntut dari seseorang kalau ia bertindak dengan
sadar dan tahu akan tindakannya itu serta konsekwensi dari tindakannya. Hanya
kalau seseorang bertindak dengan sadar dan tahu, baru relevan bagi kita untuk
menuntut tanggung jawab dan pertanggungjawaban moral atas tindakannya itu.
B.
Tanggung
jawab juga mengandalkan adanya kebebasan pada tempat pertama. Artinya, tanggung
jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari seseorang atas tindakannya, jika
tindakannya itu dilakukannya secara bebas. Jadi, jika seseorang terpaksa atau
dipaksa melakukan suatu tindakan, secara moral ia tidak bisa dituntut
bertanggung jawab atas tindakan itu. Hanya orang yang bebas dalam melakukan
sesuatu bisa bertanggung jawab atas tindakannya.
C.
Tanggung
jawab juga mensyaratkan bahwa orang yang melakukan tindakan tertentu memang mau
melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau dan bersedia melakukan tindakan itu.
Sehubungan dengan tanggung jawab moral, berlaku prinsip yang disebut the principle of alternate possibilities. Artinya, hanya kalau masih ada alternative baginya untuk bertindak secara lain, yang tidak lain berarti ia tidak dalam keadaan terpaksa melakukan tindakan itu.
Sehubungan dengan tanggung jawab moral, berlaku prinsip yang disebut the principle of alternate possibilities. Artinya, hanya kalau masih ada alternative baginya untuk bertindak secara lain, yang tidak lain berarti ia tidak dalam keadaan terpaksa melakukan tindakan itu.
Tanggung jawab sosial
Tanggung jawab Sosial Perusahaan
atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam artikel akan disingkat
CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya)
perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadapkonsumen, karyawan,
pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional
perusahaan.
CSR berhubungan erat dengan
“pembangunan berkelanjutan”, di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan
dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata
berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau devidenmelainkan juga
harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk
jangka panjang.
Pengertian tanggung jawab social
perusahaan atau CSR sangat beragam. Intinya, CSR adalah operasi bisnis yang
berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara
finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik,
melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dan
bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving, corporate
philanthropy, corporate community relations, dan community development.
5.
Kode Etik Perusahaan
Kode etik profesi merupakan
suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat
tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode
etik yang memiliki sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma
hukum.
Kode Etik juga dapat diartikan
sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu
kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai
pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa
sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi
perbuatan yang tidak profesional.
Dalam kaitannya dengan profesi,
bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan
anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional
suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standaart perilaku anggotanya. Nilai
professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada
masyarakat.
Nilai professional dapat disebut
juga dengan istilah asas etis.(Chung, 1981 mengemukakan empat asas etis, yaitu
: (1). Menghargai harkat dan martabat (2). Peduli dan bertanggung jawab (3).
Integritas dalam hubungan (4). Tanggung jawab terhadap masyarakat.
Kode etik dijadikan standart
aktvitas anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus sebagai pedoman (guidelines).
Masyarakat pun menjadikan sebagai perdoman dengan tujuan mengantisipasi
terjadinya bias interaksi antara anggota profesi. Bias interaksi merupakan
monopoli profesi., yaitu memanfaatkan kekuasan dan hak-hak istimewa yang
melindungi kepentingan pribadi yang betentangan dengan masyarakat. Oteng/
Sutisna (1986: 364) mendefisikan bahwa kode etik sebagai pedoman yang memaksa
perilaku etis anggota profesi.
Konvensi nasional IPBI ke-1
mendefinisikan kode etik sebagai pola ketentuan, aturan, tata cara yang menjadi
pedoman dalam menjalankan aktifitas maupun tugas suatu profesi. Bahsannya
setiap orang harus menjalankan serta menjiwai akan Pola, Ketentuan, aturan
karena pada dasarnya suatu tindakan yang tidak menggunakan kode etik akan
berhadapan dengan sanksi.
Berikut ini adalah contoh kode etik
yang biasanya berlaku pada perusahaan-perusahaan yaitu :
Ø
Jam masuk
kerja jam 08.00 dan dispensasi keterlambatan hanya 5 menit.
Ø
Tidak boleh
bermain game di kantor.
Ø Harus lapor kepada atasan
masing-masing departement jika ingin ijin keluar kantor.
Ø Barang-barang pesanan dikeluarkan oleh bagian
gudang.
Ø Penggunaan internet hanya untuk urusan
pekerjaan.
Ø Setiap karyawan tidak boleh sembarangan
membuka file karyawan lain.
6. Menurut covey sebuah keputusan yang
baik adalah yang bisa menyeimbangkan keempat kompetensi yaitu : tubuh (PQ),
intelektual (IQ), Hati (PQ) dan jiwa / roh (SQ). Berikan penjelasan apakah anda
setuju / tidak, kemukakan pendapat dan berikan contoh?
Setuju, akan tetapi seberapa lama
waktu yang disediakan membuat keputusan juga menentukan apakah keputusan yang
akan kita ambil harus memenuhi 4 elemen tersebut. Jika waktu yang disediakan
cukup panjang. Maka kita dapat memilih keputusan yang usdah memenuhi syarat.
Namun jika waktu yang disediakan sangat pendek. Maka keputusan yang kita ambil
tidak memenuhi syarat 4 elemen tersebut. Contoh keputusan yang membutuhkan
waktu yang panjang.
Contoh : Seorang direktur ingin
menaikan gaji pegawainya. Sebelum direktur tersebut memberhentikan pegawainya
maka ada beberapa hal yang harus ia pertimbangkan terlebih dahulu, seperti :
Ø Bagaimana kinerja pegawai tersebut
di perusahaan
Ø Apakah pegawai tersebut sudah
memenuhi kriteria yang ditetapkan
Ø Apakah pegawai tersebut memiliki
kelebihan
Sumber: